Ternyata Ada Sejarah Kelam di Balik Momen Belanja Black Friday, Simak Ceritanya

- 27 November 2020, 20:46 WIB
Ilustrasi Black Friday. /Pixabay/ElisaRiva
Ilustrasi Black Friday. /Pixabay/ElisaRiva /

Klikseleb.com - Mulai hari ini 27 Desember 2020, momen belanja Black Friday dimulai.

Retailers dan berbagai brand berlomba-lomba memberikan promo atau diskon di Black Friday ini.

Black Friday sendiri jatuh pada satu hari setelah perayaan Thanksgiving.

Sekarang Black Friday penuh dengan momen yang meriah, penuh kebahagiaan dan diwarnai dengan aktivitas belanja.

Tradisi Thanksgiving dan Black Friday memang lebih kental dirayakan di Amerika Serikat, namun sejak beberapa tahun lalu, tradisi Black Friday sudah mulai masuk Indonesia.

Baca Juga: Arya Saloka Masuk Nominasi SCTV Awards 2020 Malam Ini, Tapi Bukan Untuk Ikatan Cinta, Film Apa ya?

Baca Juga: Trending! Wawancara Putri Diana 25 Tahun Lalu yang Membuat Pangeran William Menangis, Apa Isinya?

Dilansir dari PR Depok dalam artikel berjudul “Sejarah Black Friday: dari Konspirasi Pasar Emas Amerika Serikat hingga Jadi Hari Belanja Besar”, namun tradisi liburan ini sebenarnya memiliki akar yang lebih gelap dari yang dibayangkan.

Awalnya penggunaan pertama yang tercatat dari istilah 'Black Friday' tidak diterapkan pada belanja liburan, tetapi pada krisis keuangan khususnya saat jatuhnya pasar emas Amerika Serikat pada 24 September 1869.

Saat itu, dua pemodal Wall Street yang terkenal kejam, Jay Gould dan Jim Fisk, bekerja sama untuk membeli emas negara sebanyak yang mereka bisa.

Sebab dengan diborongnya emas dalam jumlah banyak, mereka berharap dapat mendorong harga setinggi langit.

Lalu kemudian menjualnya kembali untuk mendapatkan keuntungan yang menakjubkan.

Pada hari Jumat 24 September 1869, konspirasi itu akhirnya terkuak.

Baca Juga: DISKON SUPERMARKET! Katalog Promo JSM Giant, Hypermart dan Transmart Carrefour 27 - 30 November 2020

Baca Juga: Ingin Beli Baju dan Sepatu Baru? Cek Diskon dan Promo Black Friday HnM, Max Fashion dan Wakai Ini!

Sehingga membuat pasar saham jatuh bebas dan membuat semua orang bangkrut, mulai dari para baron Wall Street hingga para petani.

Ada beberapa versi mengenai sejarah Black Friday.

Kisah yang paling sering diulang di balik tradisi Black Friday terkait belanja Thanksgiving menghubungkannya dengan para pengecer.

Setelah satu tahun penuh beroperasi dalam kerugian (diartikan 'merah'), toko-toko seharusnya mendapatkan keuntungan (berganti ke 'hitam') pada hari setelah perayaan Thanksgiving.

Sebab biasanya para pembeli akan menghabiskan begitu banyak uang untuk potongan harga barang dagangan di hari perayaan tersebut.

Untuk diketahui, bagi perusahaan ritel saat itu, para akuntan keuangan akan mencatat kerugian biasanya dilakukan dalam warna merah, sedangkan laba dalam warna hitam.

Baca Juga: Arya Saloka Mengorbankan Keluarga Demi Ikatan Cinta? Ia Khawatir Ditinggal Putri Anne dan Ibrahim!

Baca Juga: DISKON AKHIR BULAN! Katalog Promo JSM Indomaret, Alfamart dan Family Mart 27 - 30 November 2020

Versi sejarah Black Friday tersebut ialah kisah resmi yang disetujui di balik tradisi tersebut, tetapi tidak akurat.

Dalam beberapa tahun terakhir, versi lain muncul yang memberikan sentuhan yang sangat buruk pada tradisi tersebut.

Versi tersebut mengklaim bahwa pada tahun 1800-an pemilik perkebunan di wilayah selatan Amerika Serikat dapat membeli budak (biasanya orang kulit hitam) dengan harga diskon pada hari setelah Thanksgiving.

Hasilnya, versi sejarah Black Friday ini menyebabkan aksi pemboikotan terhadap ribuan ritel ketika hari Thanksgiving.

Padahal sesungguhnya versi sejarah ini tidak memiliki dasar yang kuat.

Dikutip dari laman History.com, kisah yang sebenarnya di balik Black Friday berakar dari tahun 1950-an.

Baca Juga: HATI HATI! Main Game Among Us Bisa Disusupi Banking Trojan yang Menyerang M-Banking, Simak Detailnya

Baca Juga: Heboh! Raffi Bahas Arya Saloka dan Amanda Manopo Cinlok, Billy Syahputra Sampe Nangis dan Bilang Ini

Yakni saat polisi di kota Philadelphia, kota terbesar di negara bagian Pennsylvania, Amerika Serikat, menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan kekacauan yang terjadi pada hari setelah perayaan Thanksgiving.

Saat itu gerombolan pembeli dan turis pinggiran kota membanjiri kota Philadelphia sebelum pertandingan sepak bola Angkatan Darat melawan Angkatan Laut diadakan pada itu.

Di hari sabtu setiap tahun, Polisi kota tersebut tak hanya tidak dapat mengambil cuti, tetapi mereka harus bekerja dalam shift ekstra panjang untuk menangani kerumunan dan lalu lintas tambahan.

Pengutil juga akan memanfaatkan hiruk pikuk di toko-toko untuk mendapatkan barang dagangan, dan hal itu menjadi masalah tambahan bagi pihak kepolisian.

Pada tahun 1961, istilah Black Friday telah menyebar di Philadelphia. Sebab para pedagang dan penguat kota tersebut tidak berhasil mengubahnya menjadi Big Friday, untuk menghilangkan konotasi negatif.

Baca Juga: Gak Sabar! 8 Drakor Baru yang Rilis di Desember 2020: True Beauty, City Couple's Way Of Love dll

Baca Juga: Gemas! Ini 5 Momen Romantis tapi Lucu Arya Saloka 'Al' dan Amanda Manopo 'Andin' di Ikatan Cinta

Namun, suatu saat di akhir 1980-an, pengecer menemukan cara untuk mengubah Black Friday menjadi sesuatu yang mencerminkan secara positif, untuk mereka dan pelanggan mereka.

Hasilnya adalah konsep liburan 'merah ke hitam' atau dari kerugian ke keuntungan, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Dengan gagasan baru ini, satu hari setelah Thanksgiving menandai peristiwa ketika toko-toko di Amerika Serikat akhirnya menghasilkan keuntungan.

Sejak saat itu, perayaan hari belanja Black Friday yang awalnya hanya berlangsung satu hari, berubah menjadi empat hari serta menumbuhkan liburan ritel baru lainnya.

Secara tidak langsung, pada akhirnya Black Friday yang awalnya berkonotasi negatif, justru turut membangun ekonomi di Negara Paman Sam tersebut.***(Bintang Pamungkas/PR Depok)

Editor: Tasia

Sumber: PR Depok


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x