Klikseleb.com - Klikers, di artikel sebelumnya Klikseleb sudah membahas tentang perbedaan UU Ketenagakerjaan No.13/2003 dengan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, dari topik istirahat dan cuti.
Baca Juga: Perbedaan UU Ketenagakerjaan dengan Omnibus Law : Perihal Waktu Istirahat dan Cuti
Kali ini kita akan membahas perbedaan tersebut dari sisi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Status dan Jam Kerja, sebagai berikut :
Topik | Undang-Undang Ketenagakerjaan | RUU Omnibus Law (Cipta Kerja) |
Alasan perusahaan boleh melakukan PHK | Melihat pada UU Ketenagakerjaan, ada 9 alasan perusahaan boleh melakukan PHK seperti: • Perusahaan bangkrut • Perusahaan tutup karena merugi • Perubahan status perusahaan • pekerja/buruh melanggar perjanjian kerja • pekerja/buruh melakukan kesalahan berat • pekerja/buruh memasuki usia pensiun • pekerja/buruh mengundurkan diri • pekerja/buruh meninggal dunia • pekerja/buruh mangkir |
RUU Cipta Kerja menambah 5 poin lagi alasan perusahaan boleh melakukan PHK, diantaranya meliputi: • Perusahaan melakukan efisiensi • Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan • Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang • Perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh • Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan |
Status Kerja | Pasal 59 UUK mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) terhadap pekerja itu maksimal dilakukan selama 2 tahun, lalu boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1 tahun. | Menghapus pasal 59 UUK yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu atau pekerja kontrak. Dengan penghapusan pasal ini, maka tidak ada batasan aturan seseorang pekerja bisa dikontrak, akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak seumur hidup. |
Jam Kerja | Waktu kerja lembur paling banyak hanya 3 jam per hari dan 14 jam per minggu. | Draft RUU Cipta Kerja berencana memperpanjang waktu kerja lembur menjadi maksimal 4 jam per hari dan 18 jam per minggu. |
Outsourcing | Aturan UU penggunaan outsourcing dibatasi dan hanya untuk tenaga kerja di luar usaha pokok. | RUU Cipta Kerja akan membuka kemungkinan bagi lembaga outsourcing untuk mempekerjakan pekerja untuk berbagai tugas, termasuk pekerja lepas dan pekerja penuh waktu. Hal ini akan membuat penggunaan tenaga alih daya semakin bebas. |
Tenaga Kerja Asing | Pasal 42 ayat 1 UUK menyatakan: Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. | Dalam RUU Cipta Kerja, izin tertulis TKA diganti dengan pengesahan rencana penggunaan TKA |
Pasal 43 ayat 1 Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. | Pasal 43 mengenai rencana penggunaan TKA dari pemberi kerja sebagai syarat mendapat izin kerja dimana dalam RUU Cipta kerja, informasi terkait periode penugasan ekspatriat, penunjukan tenaga kerja menjadi warga negara Indonesia sebagai mitra kerja ekspatriat dalam rencana penugasan ekspatriat dihapuskan | |
Ppasal 44 ayat 1; Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku. | Pasal 44 mengenai kewajiban menaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi TKA dihapus. |