Tentang PHK, Status Kerja dan Tenaga Kerja Asing : Perbedaan UU Ketenagakerjaan dengan Omnibus Law

- 6 Oktober 2020, 20:01 WIB
Aktivis yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu (ARB) melakukan aksi damai #GejayanMemanggilMenolak Omnibuslaw di Gejayan, Sleman, D.I Yogyakarta, Senin (9/3/2020). Dalam aksi yang diikuti ribuan mahasiswa serta masyarakat dari berbagai elemen itu mereka menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai merugikan masyarakat.
Aktivis yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu (ARB) melakukan aksi damai #GejayanMemanggilMenolak Omnibuslaw di Gejayan, Sleman, D.I Yogyakarta, Senin (9/3/2020). Dalam aksi yang diikuti ribuan mahasiswa serta masyarakat dari berbagai elemen itu mereka menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai merugikan masyarakat. /Andreas Fitri Atmoko/ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/foc.

Klikseleb.com - Klikers, di artikel sebelumnya Klikseleb sudah membahas tentang perbedaan UU Ketenagakerjaan No.13/2003 dengan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, dari topik istirahat dan cuti.

Baca Juga: Perbedaan UU Ketenagakerjaan dengan Omnibus Law : Perihal Waktu Istirahat dan Cuti

Kali ini kita akan membahas perbedaan tersebut dari sisi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Status dan Jam Kerja, sebagai berikut :

Topik

Undang-Undang Ketenagakerjaan

RUU Omnibus Law (Cipta Kerja)

Alasan perusahaan boleh melakukan PHK

Melihat pada UU Ketenagakerjaan, ada 9 alasan perusahaan boleh melakukan PHK seperti:

•  Perusahaan bangkrut

•  Perusahaan tutup karena merugi

•  Perubahan status perusahaan

•  pekerja/buruh melanggar perjanjian kerja

•  pekerja/buruh melakukan kesalahan berat

•  pekerja/buruh memasuki usia pensiun

•  pekerja/buruh mengundurkan diri

•  pekerja/buruh meninggal dunia

•  pekerja/buruh mangkir

 

RUU Cipta Kerja menambah 5 poin lagi alasan perusahaan boleh melakukan PHK, diantaranya meliputi:

•  Perusahaan melakukan efisiensi

•  Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan

•  Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang

•  Perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh

•  Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan

Status Kerja

Pasal 59 UUK mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) terhadap pekerja itu maksimal dilakukan selama 2 tahun, lalu boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1 tahun.

Menghapus pasal 59 UUK yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu atau pekerja kontrak. Dengan penghapusan pasal ini, maka tidak ada batasan aturan seseorang pekerja bisa dikontrak, akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak seumur hidup.

Jam Kerja

Waktu kerja lembur paling banyak hanya 3 jam per hari dan 14 jam per minggu.

Draft RUU Cipta Kerja berencana memperpanjang waktu kerja lembur menjadi maksimal 4 jam per

hari dan 18 jam per minggu.

 

Outsourcing

Aturan UU penggunaan outsourcing dibatasi dan hanya untuk tenaga kerja di luar usaha pokok.

RUU Cipta Kerja akan membuka kemungkinan bagi lembaga outsourcing untuk mempekerjakan pekerja untuk berbagai tugas, termasuk pekerja lepas dan pekerja penuh waktu. Hal ini akan membuat penggunaan tenaga alih daya semakin bebas.

Tenaga Kerja Asing

Pasal 42 ayat 1 UUK menyatakan:

Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Dalam RUU Cipta Kerja, izin tertulis TKA diganti dengan pengesahan rencana penggunaan TKA

Pasal 43 ayat 1 Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 43 mengenai rencana penggunaan TKA dari pemberi kerja sebagai syarat mendapat izin kerja dimana dalam RUU Cipta kerja, informasi terkait periode penugasan ekspatriat, penunjukan tenaga kerja menjadi warga negara Indonesia sebagai mitra kerja ekspatriat dalam rencana penugasan ekspatriat dihapuskan

Ppasal 44 ayat 1;     Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku.

Pasal 44 mengenai kewajiban menaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi TKA dihapus.

Editor: Tasia


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah