Tentang PHK, Status Kerja dan Tenaga Kerja Asing : Perbedaan UU Ketenagakerjaan dengan Omnibus Law

- 6 Oktober 2020, 20:01 WIB
Aktivis yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu (ARB) melakukan aksi damai #GejayanMemanggilMenolak Omnibuslaw di Gejayan, Sleman, D.I Yogyakarta, Senin (9/3/2020). Dalam aksi yang diikuti ribuan mahasiswa serta masyarakat dari berbagai elemen itu mereka menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai merugikan masyarakat.
Aktivis yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu (ARB) melakukan aksi damai #GejayanMemanggilMenolak Omnibuslaw di Gejayan, Sleman, D.I Yogyakarta, Senin (9/3/2020). Dalam aksi yang diikuti ribuan mahasiswa serta masyarakat dari berbagai elemen itu mereka menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai merugikan masyarakat. /Andreas Fitri Atmoko/ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/foc.

•  Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan

•  Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang

•  Perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh

•  Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan

Status Kerja

Pasal 59 UUK mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) terhadap pekerja itu maksimal dilakukan selama 2 tahun, lalu boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1 tahun.

Menghapus pasal 59 UUK yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu atau pekerja kontrak. Dengan penghapusan pasal ini, maka tidak ada batasan aturan seseorang pekerja bisa dikontrak, akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak seumur hidup.

Jam Kerja

Waktu kerja lembur paling banyak hanya 3 jam per hari dan 14 jam per minggu.

Draft RUU Cipta Kerja berencana memperpanjang waktu kerja lembur menjadi maksimal 4 jam per

Halaman:

Editor: Tasia


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah