UU Cipta Kerja Menuai Banyak Demo : UMK Akan Dihapus dan Sistem Upah Diganti

- 6 Oktober 2020, 20:53 WIB
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi melakukan long march saat aksi unjuk rasa di Jalan Layang Pasopati, Kota Bandung, Selasa (7/10/2020). Dalam aksinya, Mahasiswa menolak pengesahan undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law. 
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi melakukan long march saat aksi unjuk rasa di Jalan Layang Pasopati, Kota Bandung, Selasa (7/10/2020). Dalam aksinya, Mahasiswa menolak pengesahan undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law.  /Sutanto/

Klikseleb.com – Demo menentang Undang-undang Cipta Kerja marak terjadi sejak kemarin, sejak disahkannya Omnibus Law pda Sidang Paripurna DPR.

Sebelumnya pun, saat masih berbentuk RUU atau Rancangan Undang-undang, Omnibus Law telah menuai banyak kritik dan penolakan.

Bagaimana tidak? Dalam UU CIpta Kerja tersebut banyak terdapat poin yang merugikan pekerja/buruh.

Memang UU Cipta Kerja ini sebenarnya bertujuan untuk menarik investor dan menggeliatkan perekonomian.

Namun, terdapat beberapa poin yang menjadi sorotan dalam UU Cipta Kerja. Salah satunya adalah persoalan upah.

Dilansir dari Portal Jember dalam artikel UU Cipta Kerja Disahkan, UMK Akan Dihapus dan Sistem Upah Diganti”, Serikat buruh telah menolak keras poin penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK). UMK ini nantinya akan digantikan oleh upah minimum provinsi (UMP).

Baca Juga: Komentar Pengamat Tentang Puan Maharani Mematikan Mikrofon Partai Demokrat : Kekanak-kanakan

Baca Juga: Tentang PHK, Status Kerja dan Tenaga Kerja Asing : Perbedaan UU Ketenagakerjaan dengan Omnibus Law

Dalam regulasi saat ini, UMK antar kota di provinsi yang sama bisa berbeda-beda. Nilainya bisa lebih tinggi dari UMP karena biaya hidup yang berbeda dan bisa jadi lebih tinggi.

“Pencabutan UMK berarti dasar perhitungan upah minimum pekerja hanya akan didasarkan pada upah minimum provinsi (UMP) dan memukul rata upah minimum di semua kota terlepas dari perbedaan biaya hidup dan daya beli pekerja di masing-masing rendah,” ungkap Amnesty International, dikutip PORTAL JEMBER dari keterangan tertulis “Komentar Klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja”.

Amnesty International mencontohkan wilayah Jawa Barat dalam kasus ini. UMP Jawa Barat di tahun 2020 ditetapkan sebesar Rp1.810.350 dengan UMK yang berbeda-beda di setiap wilayahnya.


UMK
 tertinggi di Jawa Barat adalah kawasan industri Kabupaten Karawang, yakni Rp4.594.324. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan UMK Kota Banjar yang menjadi UMK terendah di Jawa Barat, yakni Rp1.831.884.

“Jika RUU Cipta Kerja diberlakukan, upah minimum pekerja di Kabupaten Karawang dan Kota Banjar akan sama dan kemungkinan besar akan diturunkan ke UMP,” jelas Amnesty International.

Baca Juga: Perbedaan UU Ketenagakerjaan dengan Omnibus Law : Perihal Waktu Istirahat dan Cuti

Dengan demikian, para pekerja di sejumlah wilayah kemungkinan akan mendapatkan upah lebih rendah di masa mendatang dibandingkan upah yang diterima saat ini.

Tentunya hal ini sangat berisiko membuat para pekerja tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, mengingat biaya hidup yang tidak sebanding dengan penghasilan yang diperoleh.

Selain itu, perubahan sistem upah dalam UU Cipta Kerja yang juga disoroti adalah penghapusan inflasi sebbagai pertimbangan menentukan upah minimum.

 Baca Juga: Perbandingan Manfaat Omnibus Law Untuk Pekerja dan Untuk Pengusaha

Dalam UU Ketenagakerjaan saat ini, upah minimum dihitung dengan mencakup pertumbuhan ekonomi nasional dan tingkat inflasi.

Namun, dalam Pasal 88D UU Cipta Kerja, terdapat formula baru penetapan besaran upah dengan menghapus tingkat inflasi.

Formula baru ini hanya akan mempertimbangkan tingkat upah minimum saat ini dan produk domestik bruto (PDB) setiap provinsi.

Dengan demikian, Amnesty International menegaskan bahwa pengesahan UU Cipta Kerja berpotensi menurunkan upah minimum pekerja dan menurunkan standar upah minimum.

 Baca Juga: Najwa Shihab Dilaporkan Ke Polisi Perihal Wawancara Kursi Kosong, Siapa Pihak Yang Melaporkan?


“Hal tersebut dinilai akan berdampak negatif pada hak mereka atas standar hidup yang layak. Ini tidak sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional dan dapat menyebabkan kemunduran dari peraturan sebelumnya,” ungkap Amnesty International.***

Editor: Tasia

Sumber: Portal Jember


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah